SEMNAS POLITIK BAHASA : BAHASA INDONESIA SEBAGAI PEMERSATU KEBERAGAMAN
MAGELANG – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tidar menyelenggarakan Seminar Nasional Politik Bahasa “Merajut Kebhinekaan Bahasa sebagai Pemerkukuh Ikatan Kebangsaan”, Rabu (19/10) di auditorium UNTIDAR. Seminar ini sekaligus membuka rangkaian kegiatan Bulan Bahasa yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2016.
Bahasa merupakan salah satu unsur pembentuk nasionalisme selain ras dan agama. Sejarah Indonesia tidak bisa lepas dari peran bahasa yang mampu membangkitkan rasa nasionalisme dan mempersatukan kebhinekaan ragam bahasa dalam satu bahasa nasional, Bahasa Indonesia.
“Masuknya Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia berbagai upaya dilakukan pihak asing untuk mempengaruhinya bahwa mereka bukan bagian dari rumpun melayu polinesia (cikal bakal bahasa Indonesia) tetapi lebih dekat dengan rumpun melanesia,” kata Prof. Dr. Mahsun, M.S., Guru Besar Bidang Linguistik Diakronis dan Genolinguistik, Universitas Mataram.
Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Periode 2012 – 2015 ini, munculnya isu : Kemelanesiaan, Kemelayuan, dan otonomi daerah yang cenderung diidentikkan dengan otonomi daerah, merupakan contoh isu-isu keberagaman bahasa yang terkait dengan masalah kebangsaan. Maka, Indonesia perlu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh bahasa, baik itu bahasa nasional dan bahasa negara, yaitu bahasa Indonesia, maupun beratus-ratus bahasa daerah yang tumbuh dan berkembang di wilayah NKRI. Pemaksimalan potensi bahasa dapat berwujud menjadikan bahasa-bahasa itu sebagai media memperteguh identitas keindonesiaan.
Tak cukup hanya menjunjung bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa, sebagai penutur asli, bangsa Indonesia juga harus terus mempelajari salah satunya menganalisis bahasa. “Analisis satuan bahasa bertujuan menemukan dan memahami sistem-karakteristik bahasa Indonesia. Atas pemahaman sistem-karakteristik, penutur tepat (cermat) berbahasa Indonesia,” jelas Rektor UNTIDAR, Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M.Pd. yang juga menjadi salah satu pemateri.
Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd., Ketua Asosiasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) Indonesia menyatakan bahwa tanpa mengabaikan bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara harus terus ditingkatkan.
“Beberapa pengamat bahasa justru menangkap fakta bahwa masyarakat Indonesia saat inimengarah pada pengabaian bahasa Indonesia dan lebih bangga berbahasa asing, terutama bahasa Inggris di tempat umum,” jelasnya.
Pada bagian keempat Undang-Undang (UU) No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan menerangkan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional. Pada pasal 44 diterangkan bahwa upaya pemerintah dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional dilakukan bertahap, sistemis dan berkelanjutan. Peningkatan fungsi bahsa dikoordinasi lembaga kebahasaan dan ketentuan lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
“Sayangnya, saat ini masih banyak warga Indonesia yang tidak mengetahui ketentuan UU tersebut,” tambahnya.
Seakan terasing di negeri sendiri, faktanya bahasa Indonesia dipelajari di 45 negara di dunia bahkan menjadi bahasa resmi kedua di Vietnam dan beberapa sekolah serta perguruan tinggi di Australia menjadikan bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga terus berusaha melakukan pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa Indonesia. Pemerintah juga menyelenggarakan program Darmasiswa yang dikelola Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kemendikbud.
Darmasiswa adalah program beasiswa yang ditawarkan kepada semua mahasiswa asing dari negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia, seni, musik, dan kerajinan. Peserta dapat memilih salah satu dari 45 universitas di berbagai kota di Indonesia. Program ini diselenggarakan oleh Kemendikbud bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Program tersebut dimulai tahun 1974 sebagai bagian dari inisiatif ASEAN (Asosiasi Negara Asia Tenggara) dan hanya berlaku untuk para siswa dari ASEAN. Kini program ini juga ditawarkan kepada mahasiswa dari negara lain. (DN)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!