Menelaah Pemimpin yang Baik dalam Sarasehan Bahasa dan Sastra Jawa

Untidar menjadi tuan rumah dalam acara Sarasehan Bahasa dan Sastra Jawa yang digelar di Auditorium Universitas Tidar dengan tema “Nyinau Tilaran Mangkunegara IV”. Acara yang diselenggarakan bersama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah dan Yayasan Studi Bahasa Jawa Kanthil ini dihadiri ratusan peserta pada Kamis malam, 3 Maret 2016 lalu.

“Pemimpin sing apik iku : yen in ngarso sung tuladha, yen ing madya mangun karso,” tutur H. Mardiyanto salah satu narasumber. Istilah tersebut lebih dikenal merupakan peninggalan Ki  Hajar Dewantara yang sebenarnya adalah filosofi jawa yang sebelumnya dituturkan oleh R. M Sosrokartono yang sekaligus merupakan kakak dari R. A Kartini. Kemudian Ki Hajar Dewantara yang pada itu menjadi Menteri Pendidikan Republik Indonesia yang pertama melengkapinya menjadi “Tut Wuri Handayani”. Pemimpin dipandang bukan dari sudut materialistis namun lebih kepada pembentukan rohani atau moral yang bermartabat. Seseorang yang berani berdiri di depan, harus berani menunjukkan dirinya secara nyata, tidak berpura-pura dalam melakukan sesuatu baik secara teori maupun normatifnya. Dalam praktiknya, sebagian besar pemimpin memiliki kerelaan bekorban yang tipis sehingga pada akhirnya rakyat sung sangsara lan sung nelangsa.

Pengambilan tema mengenai Sri Mangkunegara IV pada sarasehan yang mengundang banyak seniman baik dari kota Magelang dan sekitarnya ini bukan tanpa sebab. Kondisi kepemimpinan para birokrat yang semakin hari semakin memprihatinkan, mendorong panitia memunculkan kembali sosok Raja Mangkunegaran  yang memimpin berlandaskan cinta lahir batin untuk kesejahteraan rakyatnya. “Salah satu kebijakan kreatif yang digagas adalah pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu yang produksinya sempat diekspor,” tambah Prof. Dr. Dr. Soetomo, W.E., M.Pd, narasumber lainnya. Kebijakan yang pada saat itu masih dianggap tabu nyatanya mampu mensejahterakan rakyatnya dan membuat Mangkunegara cukup disegani. Selain mendapat gelar penguasa, beliau juga mendapat gelar pujangga karena keberhasilannya menata budaya, tatakrama, dan karya-karya sastranya.

Acara sarasehan juga menampilkan kesenian cokekan dari grup karawitan Sekar Domas (Seni Karawitan Dosen Mahasiswa) dari Universita Negeri Semarang. Cokekan merupakan sempalan atau bagian kecil dari karawitan lengkap. Sekar Domas yang juga pernah menjadi Juara Karawitan Nasional tahun 2013 dan 2015 ini membawa serta dua waranggana atau sinden yang juga mendapat peringkat dalam acara Sinden Idol 2014 lalu. Tujuan sarasehan budaya yang juga merupakan bagian dari rangkaian acara Dies Natalis Untidar ke-2 ini untuk mengajak para pemimpin khususnya di kalangan internal universitas mulai meneledani kepemimpinan Sri Mangkunegara IV yang berani “menyimpang”, kreatif dan inovatif.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply