Kampus Merdeka Fair 2024 Serukan Mahasiswa Berkontribusi Membangun Daerah
Padang, Kemendikbudristek – Mahasiswa merupakan salah satu agen perubahan bangsa. Melalui program-program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)mahasiswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang akan berguna saat terjun di dunia nyata, namun juga membantu pembangunan di daerah.
Hal tersebut menjadi salah satu materi diskusi dalam Sharing Session Sektor Prioritas Daerah di acara Kampus Merdeka Fair (KM Fair) 2024 yang digelar di Universitas PGRI Sumatera Barat di Padang, Kamis (30/5). KM Fair 2024 merupakan titik temu antara para pemangku kepentingan seperti perguruan tinggi, pemerintah daerah, mitra dunia usaha dunia industri, mahasiswa, dan lainnya.
Sharing Session Sektor Prioritas Daerah dihadiri oleh sejumlah narasumber, antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat, Medi Iswandi; Walikota Solok, Zul Elfian Umar; Dewan Pakar MBKM LLDikti X, Elfindri; dan Pimpinan Divisi Perencanaan Strategis Bank Nagari, Zilfa Efrizon. Pada sesi ini, para pemangku kebijakan di daerah berbagi cerita sekaligus aspirasi agar mahasiswa dapat mengikuti program MBKM serta mendukung dan berkontribusi pada pembangunan daerah.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat, Medi Iswandi membuka sesi diskusi dengan mengatakan bahwa kondisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat saat ini semakin membaik. Tahun 2024, IPM Sumatera Barat menempati peringkat tujuh nasional.
“Sektor unggulan yang memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat adalah pertanian, perdagangan, serta informasi dan komunikasi. Sektor-sektor tersebut merupakan peluang bagi mahasiswa setelah tamat berkuliah,” ungkapnya.
Medi menambahkan, mahasiswa perlu mengasah diri melalui program-program Kampus Merdeka serta berkontribusi dalam mengatasi berbagai masalah di daerah, seperti kemiskinan hingga stunting. Dari data statistik, Medi memaparkan bahwa saat ini ada 10 juta anak-anak dari gen Z yang menganggur. Menurutnya, terdapat kondisi di mana mereka di zaman kuliah tidak menghadapi tantangan yang hebat. Sehingga ketika tamat kuliah, bingung mau melakukan apa, tidak terasah jiwa entrepreneur-nya, dan hanya berpikir untuk menjadi pekerja, bukan menjadi pembuka lapangan kerja.
“Program Kampus Merdeka mampu memperkuat anak-anak gen Z untuk menerima tantangan ke depan. Program ini di satu sisi membantu pemerintah dan masyarakat, dan juga mampu menguatkan mahasiswa,” tambahnya.
Jika dilihat dari sisi perusahaan, Pimpinan Divisi Perencanaan Strategi Bank Nagari, Zilfa Efrizon mengungkapkan bahwa untuk memasuki lapangan kerja, mahasiswa perlu memiliki kompetensi, sehingga tahu apa yang harus dilakukan di dunia bisnis. “Salah satu upaya Bank Nagari adalah memberikan ruang untuk mahasiswa melakukan magang, sehingga mereka lebih mengenali dunia kerja, sekaligus melakukan riset di Bank Nagari,” ujarnya.
Menanggapi adanya peluang bagi mahasiswa untuk ikut membantu menyelesaikan persoalan sosial dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Dewan Pakar MBKM LLDikti X, Elfindri menjelaskan bahwa ada dua tahap yang perlu dilakukan. Pertama adalah tahap persiapan yang melibatkan konsolidasi secara terintegrasi dan cepat dengan pemerintah daerah. Masing-masing pemerintah kabupaten, kota, atau provinsi perlu menyampaikan minimal satu program unggulan kepada pihak Perguruan Tinggi, yang kemudian dirancang dalam bentuk program pengabdian masyarakat atau program Kampus Merdeka.
“Pada tahap awal, kita tidak bisa menjalankan Kampus Merdeka tanpa perencanaan yang bagus. Objektifnya harus dipahami semua pihak, apa yang mau berubah jika mengikuti Kampus Merdeka. Riset menunjukkan bahwa yang harus dihasilkan dari Kampus Merdeka adalah execution leadership. Banyak yang pintar, banyak yang jujur dengan soft skill bagus, tetapi bagaimana jika tidak ada yang mengeksekusi? Kampus Merdeka mampu menyiapkan anak-anak kita agar execution leadership terbangun,” tegas Elfindri.
Kemudian, Elfindri menuturkan bahwa dalam tahap eksekusi, perlu koordinasi terus-menerus dengan pihak Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta. “Dosen dan mahasiswa perlu mendapat pembekalan, lalu mahasiswa dilatih agar bisa bekerja sama dengan pimpinan daerah. Dan selanjutnya, baru dilakukan monitoring dan evaluasi,” tuturnya.
Salah satu contoh tersebut, disampaikan oleh Walikota Solok, Zul Elfian Umar. Ia menyampaikan bahwa kehadiran mahasiswa merupakan hal penting untuk memberikan motivasi dan percepatan pembangunan dalam segala hal. Saat ini, Solok duduk di peringkat tujuh untuk Kota dengan Angka Kemiskinan Terendah di Indonesia. Zul menyebut, Solok sangat terbuka kepada mahasiswa yang ingin menjalankan KKN di kota mereka dan melakukan percepatan dalam hal UMKM, perdagangan, serta pertanian.
“Jika tidak ada yang menggerakkan, kita sangat kewalahan. Mahasiswa merupakan agen perubahan, untuk itu kami berharap adanya kolaborasi dan sinergi antara MBKM dengan pemerintah daerah,” imbuh Zul.
Sebagai walikota, Zul juga menambahkan bahwa masalah yang dihadapi saat ini berhubungan dengan BMT (Baitul Mal) yang berada di hampir 35 dari 70 masjid di kota Solok. BMT memiliki modal antara 25 hingga 200 juta, yang siap disalurkan kepada masyarakat yang tidak memiliki akses ke bank untuk mendapat bantuan permodalan. Namun, Zul menekankan bahwa proses pendanaan ini berbahaya jika tidak dikelola secara profesional.
“Dengan MBKM, kita berharap ada mahasiswa dengan keahlian yang turun tangan dalam proyek tersebut, sehingga BMT dapat dikelola secara professional dan manfaatnya dapat terasa oleh masyarakat,” jelasnya.
Dalam sesi akhir diskusi, Medi menyebut bahwa jika masalah kemiskinan masih tersisa 0,41 persen (sekitar 23 ribu orang) di Sumatera Barat, sehingga membutuhkan solusi untuk membuat masyarakat agar lebih produktif. Kemudian, masalah stunting yang sebagian besarnya disebabkan oleh pola asuh dan perilaku, sehingga diharapkan teman-teman mahasiswa yang mengikuti MBKM dapat membantu penanganan stunting dalam bentuk sosialisasi.
Dari sudut pandang dunia bisnis, Zilfa berharap agar mahasiswa bisa menjadi engine untuk membawa perusahaan ke arah yang lebih baik. Mahasiswa perlu memiliki pola pikir yang inovatif, mampu mengembangkan suatu mutu yang bisa memenuhi kebutuhan pasar, mampu bersinergi, berkomunikasi dengan pihak eksternal yang bisa memberikan feedback baik bagi perusahaan, serta bersikap amanah terhadap tanggung jawab yang diemban.
Hingga saat ini, baik pemerintah daerah maupun pemangku kebijakan industri memiliki banyak hal yang tidak bisa diselesaikan sendiri, sehingga membutuhkan kolaborasi dan sinergi dengan perguruan tinggi. Inilah yang menjadikan pemangku kepentingan daerah memandang MBKM sebagai salah satu solusi.
“Yang sangat diperlukan adalah supporting agencies di Perguruan Tinggi. Siapkan dosen agar mereka paham program-program unggulan di Pemerintah Daerah dan menjadikan program tersebut sebagai kegiatan mahasiswa. Selain itu, LLDikti perlu mempersiapkan diri, serta komunikasi dengan Pemerintah Daerah juga perlu dipermudah,” tutup Elfindri. (Tim MBKM / Editor: Destian, Denty)