Kemendikbudristek Gelar Uji Publik RPP Wujudkan Tata Kelola Perguruan Tinggi yang Terpadu
Jakarta, Kemendikbudristek – Biro Hukum Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar kegiatan Uji Publik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. Acara ini merupakan bagian dalam penyusunan peraturan perundang-undangan guna meningkatkan pemahaman sekaligus sebagai ruang penyampaian aspirasi masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang peraturan pemerintah dimaksud dapat diimplementasikan secara optimal oleh semua pihak yang terlibat.
Kepala Biro Hukum, Ineke Indraswati mengatakan bahwa sebelum kegiatan uji publik ini dilaksanakan, Kemendikbudristek telah beberapa kali melaksanakan rapat panitia antar kementerian dalam rangka menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. Sementara, kegiatan uji publik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi pada hari ini merupakan kegiatan uji publik pertama dengan peserta seluruh Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum di Indonesia.
Dalam paparannya, Prof. Nizam mengatakan bahwa pembentukan RPP dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, terdapat 6 (enam) peraturan pemerintah yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU GD), dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) terkait Pendidikan tinggi, yaitu 1) PP Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, 2) PP Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan, serta 3) PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
Selanjutnya, 4) PP Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 8 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum; 5) PP Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan; serta 6) PP Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian.
Kedua, di antara PP yang berlaku, perlu penyelarasan karena pengaturan substansi yang sama di dalam beberapa peraturan yang terpisah berpotensi menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di masyarakat. Pada beberapa PP saat ini ditemukan norma yang diatur bersinggungan bahkan bertentangan antar-peraturan.
Ketiga, peraturan-peraturan yang ada belum mengakomodasi dinamika yang terjadi di masyarakat. Adapun tiga dari enam PP merupakan PP yang belum direvisi dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, terdapat 10 PP yang masih berlaku namun sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, yaitu 1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1948 tentang Mendirikan Sekolah Tinggi Hukum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1949 tentang Mengadakan Perubahan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1949, Mengenai Sekolah Tinggi Hukum.
Kemudian, 2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1949 tentang Penggabungan Perguruan Tinggi Menjadi Universitas, 3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950 tentang Perguruan Tinggi Agama Islam, 4) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1954 tentang Tunjangan Ikatan Dinas Bagi Mahasiswa Calon Pegawai Negeri Sipil yang Belajar di Dalam dan di Luar Negeri, 5) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1957 tentang Susunan Tingkat Pengajaran pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada, serta 6) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1958 tentang Mengubah dan Menambah Ketentuan Mengenai Pangkat Guru-Besar dan Presiden Universitas pada Perguruan Tinggi.
Selanjutnya, 7) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 tentang Peraturan Ujian Negara Untuk Memperoleh Gelar Universiter Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta, 8) Peraturan Pemerintah Nomor 192 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Industri Urusan Penelitian Pembinaan Dan Urusan Pendidikan, 9) Peraturan Pemerintah Nomor 237 Tahun 1961 tentang Susunan, Wewenang dan Tugas Kewajiban Dewan Penempatan Sarjana, serta 10) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1982 tentang Pemberian Bantuan Kepada Perguruan Tinggi Swasta
Contoh pengaturan substansi yang sama dalam beberapa PP antara lain 1) PP Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen mengatur tentang tunjangan yang juga diatur dalam PP Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor; serta 2) PP Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan mengatur tentang penyelenggara pendidikan kedinasan yang juga diatur dalam PP Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian.
Selanjutnya, 3) PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi mengatur tentang otonomi PTN Badan Hukum, namun aspek pendanaan PTN Badan Hukum juga diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2015 jo. PP Nomor 8 Tahun 2020 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum; serta 4) PP Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan mengatur tentang izin serta tata kelola pendidikan tinggi keagamaan, yang perlu diselaraskan dengan pengaturan wewenang Mendikbudristek dalam PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
“Dengan satu Rancangan Peraturan Pemerintah ini, tata kelola pendidikan tinggi dapat diatur secara terpadu,” ujar Nizam.
Peserta yang hadir dalam kegiatan ini merupakan pemimpin dan unsur pimpinan yang berasal dari 22 Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Di antaranya 1) perwakilan dari tim Panitia Antarkementerian RPP tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, yaitu Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; 2) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi; serta 3) Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.*** (Penulis: Denty A./ Editor: Tim Biro Hukum Kemendikbudristek)